BOLA-BOLA TIKUS NAN NIKMAT
BOLA-BOLA TIKUS NAN NIKMAT
Penulis Bernama
Nurhikmah Mustamin
Sahabat Dari
Universitas Negeri Makassar
Jurusan Pendidikan Bahasa
Daerah
Program Studi Pendidikan
Bahasa Daerah Bugis
Ayam-ayam
pejantan di sela-sela pepohonan berlomba-lomba berkokok menyongsong datangnya cahaya
pada pagi yang sejuk di hari Sabtu. Dari luar rumah, suara mesin air di dapur
mulai terdengar, air dalam sumur yang
semula tenang kini disibukkan oleh aktivitas mesin. air mengalir secara
perlahan melalui selang, dari sumur menuju ke dalam bak mandi. Suara air yang
deras pun tak terelakkan lagi, menyapa telinga semua orang yang ada di rumahnya
Topik. Ya, pagi ini benar-benar indah jika selalu terngiang di benak.
“Dek,
tolong jangkau handuk yang di rak
jemuran itu, yah,” ucap Topik tergesa.
“Iya.Tunggu
sebentar, Kak,” sahut Nur, adik paling bontot dari mereka bersaudara.
Topik
baru saja selesai mandi dan memakai pakaian yang telah dipersiapkannya untuk
acara syukuran atas kemenangan salah satu teman sekelasnya pada suatu
perlombaan tingkat nasional.
“Ma,
aku pergi dulu. Ke rumah Tomi, anak pak Kerti. Kampung seberang yang rumahnya
berpapasan dengan rumah buk Tarmiji, teman Mama dulu,” tutur Topik.
“Oh,
iya. Nggak sarapan dulu, Nak?” sahut
mama Topik.
“Nggak usah Ma, ‘kan aku sebentar lagi mau pergi makan bakso. Agar
nanti bisa makan bakso dengan porsi membludak di warung “bala-bala” itu. Bakso di warung itu Ma. Kata temanku enak
banget, Ma,” tukas Topik.
“Oh
begitu. Ya sudah, hati-hati di jalan, jangan kencang-kencang makai motornya!”
dakwa mama Topik ke dirinya.
“Iya
Ma. Beresss,” sahut Topik sambil mencium tangan mamanya.
Sebelumnya,
Topik dan kawan-kawannya telah menyepakati bahwa mereka akan bertemu di depan
salah satu mal yang ada di Makassar, karena warung “bala-bala” itu terletak di belakang mal tersebut. Yang
paling pertama sampai di tempat pertemuan ialah Topik. Dan kemudian hanya
berselang beberapa menit, kawan-kawan Topik satu per satu terus berdatangan.
“Hai.
Bro… sudah datang dari tadi, Bro?” ujar Ashar.
“Iya
dong. Aku yang pertama datang. Aku
kan anak teladan, beda dengan kalian,” jawab Topik sambil tersenyum kecil dan
mencibirkan mukanya.
“Bro,
situ kepedean banget sih,” ucap Ashar ketika memegang bahunya Topik.
“Iyah
nih si Topik dari dulu memang begitu kok. Apalagi dipuji, nggak ketolongan songongnya,” sahut Ifa teman satu kampusnya di
universitas di Makassar.
“Betul
sekali itu, Fa. Aku sangat setuju denganmu,” cakap Rani.
“Sudah… sudah. Kita tak usah
berlama-lama di sini. Berhubung kita sudah datang semua, sekarang kita let’s go ke warung bakso itu, yuk!” kata
Rendi dengan semangatnya.
“Come
on. Kita pergi,” ucap kawan-kawan Rendi secara secara bersamaan.
Suara hentakan kaki dan mulut mereka
menyumbangkan banyak bunyi pada suasana mal pagi itu. Lebih-lebih di hari
Sabtu, keramaian mal memuncak. Hingga langi-langit negeri Makassar suda mulai
saling bergulung. Meramaikan semangat para anak muda negeri nan elok ini.
***
Ketika mereka sampai di warung itu,
sudah banyak pelanggan yang telah datang. Nada mangkok, sendok, wajan, dan lain
sebagainya berpadu menciptakan satu kesatuan irama yang turut meramaikan
suasana warung.
“Mas, baksonya duapuluh delapan
mangkok,ya?” ucap Topik semangat.
“Iya.Ttunggu sebentar ya, Dek. Yang
sabar nunggunya karena masih banyak yang
belum Mas campurkan. Semabri nunggu, silakan cicipi dulu bakwan dan goring
pisang buatan bik Ijah. Enak juga,” jawab mas baksonya sambil kedua tangannya
bergerak ke sana-sini menyiapkan semua pesanan pelanggan.
Sambil menunggu pesanan bakso mereka
datang, mereka pun berselfie-selfie ria.
Tak ketinggalan juga dengan Topik, ia pun turut meramaikan khasanah selfie kala itu.
“Hemm, harumnya baksonya,” ucap Ifa.
“Ya iyalah. Siapa dulu yang milih
tempatnya? Kan aku yang milih. Si Topik pecinta bakso. Kalau aku sendiri sudah sering makan di sini,”
sahut Topik tergelak terpingkal-pingkal.
“Aromanya saja enak. Apa lagi
baksonya, yah? Lebih baik aroma ini yang terus kita hirup daripada asap rokok, ” kata Rani sembriwing.
“Nih, teman-teman baksonya sudah
datang,” ucap Topik.
Mereka kemudian menuangkan bumbu
tambahan yang telah disediakan, ke dalam mangkoknya.
Pada waktu bakso Topik sudah hampir
habis. Topik tiba-tiba merasa ingin buang air kecil. Tanpa basa-basi Topik
dengan segera melangkahkan kakinya menuju dapur, yang menurut pemikirannya di
dapur itulah biasanya terdapat kamar kecil. Usut punya usut, awalnya hanya
ingin buang air kecil ternyata, Topik menemukan satu kantong tikus mati yang
dengan sengaja telah dikumpulkan oleh si Penjual bakso “bala-bala” itu. Tepat saat
Topik melihat tikus-tikus itu, sang Pemilik warung ingin mengambil sesuatu di
dapur dan akhirnya sang Penjual sama Topik berdebat secara langsung.
“Dek, Mas mohon jangan laporkan Mas pada
polisi karena tikus-tikus ini? Saya
janji akan membayar dengan sejumlah uang. Berapa yang diinginkan,” ucap si
Penjual gugup. Air matanya tiba-tiba meleleh dan melumuri pipi lisutnya.
“Tidak. Terima kasih atas tawarannya,
tapi ini tidak bisa dibiarkan,” sahut Topik dengan wajah yang memerah.
“Tapi…” sambung si Penjual. Topik
memalingkan diri dan bergegas pergi.
Setelah Topik keluar dari dapur. Topik
langsung menyuruh kawan-kawannya untuk keluar dari tempat itu. Dan
meemberitahukan mereka tentang hal yang menjijikkan tadi. Topik dan
kawan-kawannya dengan segera memuntahkan bola-bola daging tikus yang nikmat itu
dan tanpa berpikir lagi, mereka meninggalkan tempat penjualan bakso kawe-kawean
(gadungan) itu.
“Kata orang-orang, warung bakso “bala-bala”
mempunyai tiga cabang. Ish, tega-teganya
pemiliknya menipu banyak orang,” ucap Topik dengan nada kesal.
“Bagaimana, kalau kita melaporkannya
langsung ke kantor polisi?” ucap Ifa.
“Iya, betul…” ucap semua temannya
Ifa.
****
Satu minggu kemudian.. Kampus mereka
heboh memperbincangkan bakso tikus “bala-bala”. Bola-bola daging tikus yang
lezat itu menjadi topik hangat di beberapa media terutama di saluran radio
kampus mereka. Satu hal yang tidak kalah penting, Warung bakso “bala-bala” di
belakang mal dan tiga cabangnya dilenyapkan oleh pihak yang berwenang menangani
persoalan tersebut.
Makassar
kota impian
Diperbaiki
oleh Arif Rahman Hakim
Mahasiswa
Sastra Daerah Minangkabau
FIB-UNAND
Padang
Jika ada kesalahan
dalam cerita dan penulisan, disilakan untuk membantu dengan cara memberikan
kritik dan komentarnya. Karena sangat membantu untuk penulis ke depannya.
Comments
Post a Comment