Sinopsis Kumcer Boyan Kaliang Karya Arif Rahman Hakim
Sinopsis
Kumcer Boyan Kaliang Karya Arif Rahman Hakim
Oleh Arif R. Hakim
Penulis :
Arif Rahman Hakim
ISBN :
978-602-336-158-8
Penerbit :
Za Publisher; kerja sama dengan Penerbit Diandra
Tahun Terbit : 2015
Kota Terbit : Sleman, Yogyakarta
Cetakan : I, Desember 2015
Halaman :
185 halaman; 13 x 19 cm
Kumpulan cerita pendek yang dikemas
dengan sarat lokalitas budaya ini mampu membuat pembaca terperangah dengan
keelokan negeri yang belum diketahui masyarakat banyak. Kumpulan cerita yang
diawali dengan judul “Aku Pulang” membawa pembaca masuk ke dalam cerita. Cerpen
ini dimulai dengan sebuah usaha yang dilakukan oleh seorang anak yang ayahnya
bekerja sebagai tukang las. Keinginan kuliah hingga ke Yogyakarta harus mengantarkannya
menjemput impian yang sudah lama ia harapkan. Sebelumnya, seorang anak yang
memang mencintai dunia sastra ini telah terlebih dulu menamatkan pendidikan di
Kota Padang. Selanjutnya ia mendapatkan mimpi itu untuk bisa menggali
pendidikan di kota pendidikan terbaik di Indonesia. Selepas dari sana,
keinginan ibunya yang mengharapkan kepulangannya yang sudah hampir 2 tahun
lewat surat yang ia kirimkan memutuskannya untuk kembali pulang. Apa daya,
kepulangannya membawa petaka, bus yang dinaiki oleng dan membuatnya benar-benar
pulang selamanya, dengan senyum bahwa janjinya untuk pulang bisa ia tepati.
Cerita
ini sungguhlah menarik jika dipaparkan kepada siswa-siswi di sekolah. Sebab,
akan banyak nilai pelajaran yang bisa ditarik dan disimpulkan dalam cerita
keseharian. Sebuah kegigihan yang kuat tentu akan membawa kebaikan yang baik
pula. Dengan seribu usaha yang dilakukan demi pendidikan akan tercapai, jika
kita benar-benar menjalankan takdir yang telah ditentukan.
Selanjutnya,
cerpen yang berjudul “Gandoriah yang Kau Janjikan” menjadikan negeri pesisir
ini (Pariaman) sebagai latar cerita. Bagaimana penulis memaparkan dengan jeli
bahwa Gandoriah ialah sebuah janji yang membawa keindahan. Gandoriah yang
identik dengan pantai yang indah ini membuatnya sebagai latar yang paling baik
dituliskan penulis. Dengan ini, selain menjadi sebuah janji tentang keharuan
cinta serta persahabatan yang telah lama terjalin dengan baik. Sahabat ialah
orang yang paling berharga bagi kehidupan kita dan alam ialah nuansa nestapa
yang harus kita lisankan dengan cinta. Ya, seperti itulah gambaran romansa
persahabatan, cinta, harapan dan sebuah janji yang terkait di Gandoriah di
negeri Pariaman.
Cerita
pendek “Kepompong Kecil” ialah cerita nyata yang dirasakan oleh penulis. Bagaimana
perjuangan penulis untuk mempertahankan hidupnya dari psikologi (penakut)
dirinya terhadap jurusan yang sedang ia jalani selama kuliah. Penulis berusaha
agar pembaca yang merasakan dilanda tanda tanya besar dalam hidupnya bisa
melawan dan mematahkan tanda tanya konyol itu. Cerita di dalamnya benar-benar mengandung sarat pendidikan yang
khas. Bagaimana penulisnya merasakan bahwa jurusan kuliah yang sedang ia
jalankan benar-benar membuatnya hancur. Aka tetapi, setelah menjalankan
perkuliahan, penulis sadar bahwa pendidikan dari segi jurusan bukan penentu
seseorang untuk sukses, tetapi apa yang ada di dalam diri kita ialah kekuatan
yang paling besar dalam kesuksesan itu.
Ya,
selanjutnya “Boyan Kaliang.” Inilah tolak pangkal yang akan dibahas dalam kumpulan
cerita pendek ini. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Boyan Kaliang ialah
permainan tradisional yang ada di Pariaman. Permainan inilah pusat dari cerita
yang mengandung lokalitas budaya. Bagaimana cara penulis mengingatkan akan
pentingnya sebuah kebudayaan tradisional tetap berkembang dan ada di daerah
yang indah ini. Cerita selanjutnya, bisa langsung baca Kumcer Boyan Kaliang
ini, ya.
“...
Tiap malam aku merangkai mimpi. Kapan
kita akan bersua? Mengurus ladang yang sempat kita tanam, semenjak kau masih
belum sekolah. Kau sangat gigih bertanya, “Angku, ini namanya apa? Boleh aku
makan nggak, Angku? Dengan bodohnya kau memakan ubi jalar yang masih mentah...”
Inilah serpihan kalimat yang ada di cerpen “ Angku dan Selembar Surat
Usang.” Cerita yang menyeret permasalahan adat ini juga memaknai bagaimana
eratnya tali persaudaraan yang telah lama tidak terbina. Kematian tidak membuat
seseorang terasa hilang. Kehilangan bukan membuat hati terluka, bahkan dengan
kehilangan membuat kita tahu bagiamana memaknai sebuah kepergian. Inilah
kesimpulan indah yang terlisankan di dalam cerpen ini.
Cerpen
yang berjudul,”Anak Tanpa Suku Dari Negeri Sikerei” ialah judul paling nyentrik
dari banyak judul di kumcer ini. Alasannya, cerpen ini bercerita tentang sebuah
perjuangan anak Mentawai yang membebaskan dirinya dari sebuah guratan adat yang
mengekangnya. Adanya rasa ingin tahu tentang agama dan pendidikan membuatnya
harus berlapang dada meninggalkan negeri Mentawai tempat ia dilahirkan. Ia tidak
membenci negerinya, akan tetapi ia menyayangkan kenapa pendidikan di negeri itu
masih belum berkembang? Ya, keinginan untuk berubah ialah cara yang harus ia
tangkis dan melarikan diri hingga ke Pariaman. Bagaimana generasi muda?
Pendidikan sebanarnya tidaklah gampang, sangatlah penting bagi kehidupan kita
kelak.
Cerpen
“Rumah Uwo” ialah cerita pendek yang mengulang sebuah kenangan. Kenangan yang
paling berharga ialah kenangan dimana kita hidup dengan penuh kebahagian, atau
malah keterpurukan. Akan tetapi, cerpen ini menceritakan bagaimana
cerita-cerita masa kecilnya berkembang dalam sebuah imajinasi, berpisah dan
membuat kenangan yang menarik.
Berikutnya,
cerpen “ Darah Tetesan” bercerita mengenai kehidupan seorang kakek-kakek tua
penjual sapu yang mati terbunuh. Sama halnya dengan perkembangan folklore di
Pariaman tentang Palasik juga
mewarnai kumpulan cerita ini. Selain menikmati karya dalam sebuah hiburan, kita
turut mengenal bahwa Palasik di
Pariaman turut berkembang dan kita akan tahu apa yang harus kita waspadai.
Selain itu, dengan cerita Darah Tetesan
ini kita dapat menggali khazanah kebudayaan yang telah dilupakan masyarakat dan
diketahui oleh generasi muda di Kota Pariaman ini.
Cerpen
“Diary Annisa” ialah cara penulis untuk mengalihkan sebuah isu yang sedang
berkembang di kehidupan. Banyaknya perubahan sosial dan pelaku menyimpang ialah
momok yang menakutkan bagi seoarng pelajar dimana pun. Itulah yang terkilas di
cerpen ini. Bagaimana cara seorang perempuan untuk hijrah atau pindah ke arah yang lebih baik, akan tetapi mendapatkan
kesulitan dalam hijrahnya. Dari
ketidak sukaan teman lamanya dengan cara menerornya dengan kiriman foto yang
tidak senonoh. Benar-benatr membuat hati perempuan itu tidak getir. Semoga
setelah membaca cerpen ini kita tahu bagiamana cara mengindari sifat yang tidak
baik, supaya bisa hijrah ke arah yang
paling diridhai oleh Allah.
“...walau ontel yang tua, walau
pantai-pantai yang begitu indah, jikalau Pariaman yang begitu apik eloknya...”
merupakan kalimat penutup yang ada di cerpen yang berjudul “Kureta Angin Ayah.”
Dengan cerpen inilah, seorang anak merindukan sosok ayah yang telah pergi.
Negeri indah dengan dersik kecintaan ialah obat penawar yang ampuh baginya.
Dan, ayah ialah orang paling berharga di sisinya. Nilai kasih sayang adalah
cara penulis menuturkan dengan cerita yang menggelitik hati tiap pembacanya.
Selanjuntya
“Tak Sudikah Aku Bermamak” muncul sebagai cerita yang berkembang di kehidupan
masyarakat Minangkabau secara luas. Selain sebagai kemenakan dan akan menjadi
mamak harus pandai-pandai mengendalikan harta pusaka. Apakah ingin dibenci kaum
atau disayang kaum? Itulah jawaban yang ada di dalam cerpen ini.
Mengenang
gempa 30 September 2009 lalu ini ialah cerita yang ada di cerpen “Gadis Hujan
Dalam Petang.” Kesedihan seorang gadis yang menanti janji seorang ibu ilah awal
cerita yang paling berharga nilainya. Mungkin kebanyakan kita akan merasakan
sakit ketika mengulang cerita gempa yang meluluh-lantahkan bumi Minangkabau.
Selain bercerita tentang gadis hujan yang kala gempa (hujan) sungguh
mendatangkan sebuah luka. Pelajaran paling penting bagi kita, janganlah untuk sesekali
melukai hati orang tua atau orang terdekat kita karena takdir tidak bisa untuk
bicara sebelum ia memisahkan. Bagiamana? Tertarik membaca cerita lengkapnya?
Yuk gali lagi Kumcer Boyan Kaliang ini.
“Bocah
di Sudut Jendela” datang untuk mengakhiri cerpen yang ada di Kumcer Boyan
Kaliang ini. Cerita ini sangat membawa nilai positif dari tanggapan pembaca.
Pertama, mengandung nilai perjuangan yang amat memilukan. Kedua, hidup memang
keras, tetapi kita tentu harus lebih keras. Ketiga, berjuang dengan kehidupan
ialah cara paling ampuh untuk memakmurkan diri.
Kumcer Boyan Kaliang ini secara
keseluruahan bercerita tentang sebuah perjuangan, perpisahan, kenangan dan
pentingnya pendidikan yang diselingi dengan sarat lokalitas budaya. Selain
berlatar Pariaman, kumcer ini akan menumbuhkan semangat yang baru untuk pelajar
yang ada di Pariaman bahwa dengan pendidikan kita bisa merubah dunia dengan
cara kita.
Selamat berjuang!
Sangat ingin berkenalan dengan penulisnya
ReplyDelete