PEMBANGUNAN INSFRASTRUKTUR PUBLIK YANG TAK MERATA

PEMBANGUNAN INSFRASTRUKTUR PUBLIK YANG TAK MERATA
Oleh  Arif Rahman Hakim
Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau
Fakultas Ilmu Budaya – Unand

                Indonesia merupakan negara yang sudah merdeka genap tujuh puluh tahun lamanya. Mengkaji dunia pendidikan, hukum, perkembangan ekonomi sudah menjadi topik yang  tidak asing di telinga kita.  Dalam pandangan orang awam, pembangunan sudah sangat sering disentuh dan dipersoalkan  di berbagai berita harian. Meskipun begitu, pemerintah tidak ingin tahu dan seakan tutup mata akan persoalan yang segelintir tersebut. Baginya permasalahan itu bukanlah posisi yang akan menjatuhkannya  ke dalam kemerosotan. Adapun organisasi masyarakat dan keikutsertaan partai politik di dalamnya. Itu semua mungkin hanya ilusi semata agar masyarakat  terpongah dengan sikap yang dilakukannya. Bagaimanapun itu, kita juga dapat menyikapi apakah yang buatnya bermanfaat semata dengan kita atau lainnya.
            Meskipun begitu, peran penting pemerintah sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk kota-kota metropolitan di Indonesia, masyarakatnya boleh berbangga diri. Disebabkan oleh mereka hidup berdampingan dengan aparatur dan petinggi di negeri ini. Bagaimanapun letak geografis dan situasi sosial suatu daerah harus tetap disamakan dengan daerah lainnya. Kalaupun sangat terpencil, pemerintah harus mampu dalam pemerataan pembangunan agar semua aktivitas dapat berjalan dengan semestinya. Bukan permasalahan itu saja, pemerintah dan swasta pun harus bersinergi dalam pemerataan ini. Supaya tidak terjadinya kesenjangan dalam pembangunan.
            Insfrastuktur di sini tidak hanya ketimpangan dalam pembagunan jalan raya yang memadai, aliran listrik untuk penerangan, kesejahteraan pangan, telekomunikasi. Akan tetapi, juga berasumsi dalam aspek penyaluran konsumsi dan pendistributoran hasil kerja masyarakat di suatu tempat ke tangan konsumen. Kita pasti sudah tahu mengenai berbagai permasalahan di atas. Andaipun polemik ini dapat teratasi dengan baik, maka negeri ini akan dapat memenuhi persediaannya sendiri. Hal ini akan menjadi suatu aliran yang mendukung dalam keberlangsungan negeri ini. Karena, apabila pembangunan insfrastruktur dapat berjalan dengan baik, maka keberlangsungan negeri ini dapat terpenuhi dengan hasil upaya warga negaranya.
            Dalam mengurus akta kelahiran ataupun perpanjang KTP saja, akan terasa sangat sulit untuk melakukannya. Akses jalan yang tak mendukung membuat masyarakat enggan untuk bisa mengupayakannya. Karena akan butuh waktu yang ekstra lama dalam memerolehnya. Apalagi jika pegawai yang bertugas tidak paham dengan teknologi. Sekalipun  begitu, dengan ketertinggalan itu tidak akan mampu membangun kerja yang solid. Masyarakat yang memerlukan secara instan pun menjadi mimpi palsu yang ia peroleh dari negeri ini. Untuk sorotannya, semua seakan timbang tindih dan lepas tangan akan insfrastruktur ini.
            Masyarakat awam yang tidak mengerti akan ini menjadi bulan-bulanan petugas dengan mengeluarkan kocek yang tak menentu. Perihal tersebut sudah tidak asing pula di telinga kita. Masyarakat pasti membutuhkannya. Bukan hanya itu, dengan pembangunan jalan diperlukan sekali bagi setiap warga. Dengan pembangunan jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor sudah cukup menjadi kepuasan sendiri baginya.
            Sangat mirisnya jika kantor pelayanannya tidak terurus dengan baik dan kehadiran petugas yang sering telat. Kendatipun begitu, masyarakat dengan pelayanan yang memuaskan diperlukan juga. Misalnya untuk ruang tunggu dan ruang pelayanan publik yang terbengkalai. Kurangnya inisiatif dari petugas membuat hengkang semua pelayanan. Kantor yang tidak memadai merupakan aspek yang membuatnya bertambah runyam. Pemerintah pun hanya mau melakukan tindakan atas pelayanan yang kurang baik apabila disorot oleh media massa. Itu pun dengan tujuan tertentu, agar nampak pencitraan yang baik pada dirinya. Perbaikan yang diperbuat hanya dilakukan pada daerah yang sudah mendapat akses yang baik. Tidak pada daerah yang terpelosok. Semuanya diperbuat agar berpengaruh besar bagi penamaannya.
            Masih mengenai askes jalan. Setiap desa maupun kampung mempunyai batas-batas tertentu. Dari batas sungai, perbukitan, ataupun lembah. Untuk dapat melaluinya, mereka pasti perlu jembatan sebagai penghubung, rakit atau perahu untuk melaluinya. Tapi kenyataan di lapangan cenderung terbalik dengan pengharapan. Untuk akses seperti itu, mereka rela membuat jalan sendiri dengan dana dan tenaga sendiri. Meskipun hal ini dapat terealisasi dengan baik, akan tetapi pasti membuat dampak yang membahayaka. Seperti halnya, pembuatan jembatan dengan material atau bahan yang tidak teruji baik. Bukan pada akses transportasi. Pembangunan yang tak merata juga terasa pada pendistribusian aliran listrik. Kurangnya pasokan listrik membuat masyarakat daerah tertinggal merasakan bahwa malam memang terasa gulita. Mereka pun masih menggunakan alat-alat sederhana agar mampu melihat bintang di malam itu.
            Insfrastruktur sebenar mejadi urat vital yang diperlukan dalam pembangunan bangsa yang maju. Dengan begitu, semua roda perekonomian bangsa pun akan menjadi lebih berporos lebih lama. Semua keperluan tidak seperlunya terjadi di kota-kota besar. Baik dalam bursa dagang, pariwisata dan pendidikan. Masyarakat yang berada pada daerah yang tidak tersentuh pembangunan sangat memimpikannya. Apalagi Indonesia sudah gencar-gencarnya melakukan arus globalisasi yang tinggi.    
            Sangat prihatin apabila satu diantara penyiaraan televisi dengan terang-terangan menyatakan bahwa masih banyak daerah yang tertinggal. Dari keberlangsungan pendidikan, mereka disana hanya mengharapkan relawan yang membantu agar mereka pun mampu bersaing dan menjadi orang yang bergunan pula. Walaupun dengan sorotan berita ataupun sekilas info, sebenarnya sorotan miring yang ditujukan kepada petinggi negeri sudah tampak jelas. Bagaimanapun, mereka di daerah tersebut masih menjadi warga negara yang berdarah Indonesia.  Kedudukan hak atas pendidikan yang layak sudah menjadi agenda penting dalam program kerjanya. Apabila dengan pembangunan pendidikan yang tidak baik, maka masyarakat akan bisa menentang atas hak berilmu dan berpengetahuan yang baik ke negara. Polemik ini pun sudah mengagenda pada berita harian, apabila pemerintah lepas tangan dan tidak mementingkan kemajuan pendidikan untuk bangsanya sendiri.
            Bukan begitu saja, pembangunan insfrastuktur yang tidak merata lainnya mengenai teknologi telekomunikasi. Masyarakat yang menetap pada daerah  terpencil pun juga tidak mengenal teknologi. Kita anggap saja untuk sepuluh atau dua puluh tahun ke belakang, apabila kita runut ke belakang kembali, kita masih bisa berasumsi bahwa perkembangan teknologi tidak secanggih dan semodern sekarang. Dulu, masyarakat masih menggunakan via surat, menjelajah sedikit ilmu dari sumber buku dan perbincangan dari beberapa narasumber yang berada di daerahnya. Tapi bukan itu lagi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Mereka sedikit lebih jeli bahwa perkembangan itu belum ia kenyam sepercik pun. Entah pendistribusian yang tak rangkup, atau insfrastrukturnya yang tidak beres.
            Pembangunan dan penyebaran teknologi, akses transportasi, pelayaanan masyarakat, aliran listrik menjadi titik temu masyarakat dengan pemerintah. Mereka bisa melakukan perekonomian, menimba secercah ilmu dari teknologi. Sungguhpun begitu, semua menjadi bayang semu semata.        Sebenarnya, masih berjuta insfrastruktur yang tak hendak terbangun di tanah terbuang. Pada lembah-lembah dan wilayah yang tidak diurus oleh petinggi negara. Kalaupun lupa dan tutup mata serta membungkam. Kaca mata pengharapan masyarakat yang tinggi membuat suatu perkara yang runyam. Karena masyarakat butuh pembangunan aspek teknologi telekomunikasi yang memadai agar tidak terjadi ketimpangan sosial dan ilmu di kalangannya.


Kapalo Koto, 25 Agustus 2015

Comments