Pertanyaan Tradisional dan Cerita Prosa Rakyat Minangkabau



 Pertanyaan Tradisional dan  Cerita Prosa Rakyat Minangkabau

Arif Rahman Hakim

Folklore


-          Pertanyaan Tradisional 

            Dalam buku Folklore Indonesia (2002:33) memaparkan atas pertanyaan tradisional yang ada di Indonesia, dikenal dengan nama teka-teki lebih bersifat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional juga. Biasanya, pertanyaan ini dibuat sedemikian rupa agar sukar untuk dijawab atau mungkin dibuat agar jawabannya itu akan dapat ditebak setelah pemahaman lebih. Ada pun menurut Robert A. George dan Alan Dundes menyebutkan bahwa teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, sepasang daripadanya dapat saling bertentangan dan jawabannya harus diterka (Georges & Dundes, 1963: 113)

            Teka-teki ini pun juga dibedakan menjadi dua bentuk berdasarkan ada atau tidaknya pertentangan yang terlukiskan, yaitu : teka-teki yang tidak ada pertentangan dan teka-teki yang ada pertentangannya. Untuk teka-teki yang tidak bertentangan sendiri lebih bersifat harfiah atau apa yang tertulis. Misalnya, “apo warna langit?” dan pasti jawabannya sangat relevan dengan “biru.” Teka-teki yang ada pertentangannya adalah bercirikan paling sedikit sepasang unsur pelukisannya.

            Archer Taylor mencoba untuk mengklasifikasikan teka-teki berdasarkan sifat hal yang digambarkan di dalam pertanyaan yang menurut dia ada tujuh kategori umun, yaitu seperti berikut:
a.       Persamaan dengan makhluk hidup (“Kaki tigo mangko bajalan, mato ampek mangko maliek?” Jawabannya: “Urang tuo”).
b.      Persamaan dengan binatang (“Bantuak e takah dipasan, tiok bajalan basorak-sorak?” Jawabannya: “Kureta api”).
c.       Persamaan dengan beberapa binatang (“Baampek manumbuak, baduo manampi, surang mahalau?” Jawabannya: “Kabau”).
d.      Persamaan dengan beberapa orang (“Induak duduak juo, anaknyo maharau-harau?” Jawabannya : “Pariuak”).
e.       Persamaan dengan tanaman (“Bakandang lai, bapintu tidak, cirik kambiang banyak di dalam?” Jawabannya: “Batiak atau kalikih”)
f.       Persamaan dengan benda (“ Bis bis apo nan bisa masuak musajik?” Jawabannya: “Bismillah”).
Teka-teki mempunyai fungsi atau guna yang menurut Alan Dundes adalah: 1. untuk menguji kepandaian seseorang, 2. Untuk meramal, 3. sebagai bagian dari upacara perkawinan, 4. Untuk mengisi waktu pada saat bergadang menjaga jenazah, 5. Untuk dapat melebihi orang lain (Dundes, 1968: 8).

Minangkabau sendiri, teka-teki sering dipakai untuk ajang bermain ria semasa kanak-kanak. Apalagi anak-anak yang ada di daerah kampung Minangkabau, teka-teki dijadikan sebagai hiburan untuk mengakali teman atau orang yang lebih besar darinya. Hal inilah menjadikan teka-teki menjadi pertanyaan tradisional dalam bentuk folklore yang berkembang di Indonesia. Dalam suatu gelanggang, dengan teka-tekilah menambah nuansa baru di sana. Misalnya, dalam suatu permainan, anak-anak sering menggunakan teka-teki untuk menjebak lawannya. Sangatlah indah dan menarik untuk kita gali kembali atas teka-teki Minangkabau.

Beberapa teka-teki Minangkabau dalam buku Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau (2002):
-          Nan maliek indak bakapalo,
nan lari indak baikua,
nan mangaja indak bakaki. Jawabannya: “Kalakatah, koncek, ula.”
-          Jatuah ka bawah dicari ka ateh. Jawabannya: “Tirih.”\

-          Cerita Prosa Rakyat Minangkabau

Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu: 1. Mite, 2. legenda, dan 3. dongeng (Bascom, 1965b: 4). 

Mite menurut Bascom adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite sendiri ditokohi oleh dewa atau makhluk setengah dewa. Sedangkan legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yanitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi dianggap tidak suci. Sebaliknya, dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat (Bascom, 1965b: 30-20).

Minangkabu sendiri juga mempunyai cerita prosa rakyat tersendiri. Dalam buku Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau (2002), cerita prosa rakyatnya terdiir atas curito, kaba, undang-undang dan tambo

-          Curito
Curito tergolong cerita yang berseri pendek dan sederhana. Isinya pun bersifat dongeng dan bahasa prosa biasa, bukan prosa berirama seperti dalam kaba.

-          Dongeng
Dongeng ialah cerita yang tidak pernah terjadi dan hanya khayal semata. Dongeng bagi masyarakat sangat menyenangkan dan digemari oleh hiburan dan nasihat yang terkandung di dalamnya. Misal dongeng yang berkembang di Minangkabau seperti: Urang jo Batang Karambia (cerita dongeng perumpaan), Carito Kancia jo Rimau.

-          Legenda
Di Minangkabau, legenda sangat berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Apalagi legenda juga berkembang dari mulut ke mulut dan lisan. Dan setelah itu, berkembang menjadi tulisan yang dapat diinfokan kepada orang lain. Misalnya: Legenda Malin Kundang, legenda ikan banyak di sungai Jamiah, Asal usul harta pusaka diwariskan kepada kemenakan, asal usul negeri dinamai Minangkabau, dan asal usul negeri dinamai pagaruyuang.

-          Kaba
              Kaba adalah cerita prosa berirama, berebentuk narasi (kisahan), tergolong cerita panjang, sama dengan pantun Sunda. Dari segi isi cerita, kaba ini sama dengan hikayat dalam sastra Indonesia lama atau novel dalam sastra Indonesia modern. Kaba berfungsi sebagai hiburan, pelipur lara, dan sebagai nasihat, pendidikan moral. Di dalam kaba itu terkandung banyak nilai budaya. Hal ini akan dijelaskan dalam pembahasan sebuah kaba secara agak terperinci, yaitu Kaba Si Umbuik Mudo dan sebagainya.

Comments

Popular Posts