Rindu untuk sahabat - Part 1

-Buih Yang Tak Mengapung -

Dua bulan silam,  setelah kepergianmu. Aku masih mengingat semua harapan yang pernah ingin kau capai. Sahabat. Jikalau tanah tempat kau beristirahat tak sirah lagi. Rinduku denganmu masih tersurat di relung hatiku.

Sempat terngiang di benakku, disaat kita masih mengenakan tas kain sarung pemberian senior. Kita bercakap. Dan kau memperlihatkan keindahan kampung halamanmu. Dengan jalan yang berliku. Dengan padang hilalang yang menarik. Dengan sungai-sungai besar yang kau sebut batang aia. Ah. iya sahabat.

Sempat pula terucap olehmu. Nanti setelah aku di kampung  Akan aku ajak kesana. kita bermain.bersenandung dengan awan-awan di langit biru Riau. Kuantan Singingi kebangganmu.

Sahabatku.
Aku rindu senyum yang memecah kepedihan. Walau uang makan kita telah menepis. Kita masih bisa menikmati Jus Alvokat. walau segelas bagi dua.  Dan sempat untuk bagi lima.
Entahlah. aku rindu itu. Rindu senyum dan tawa mu.

Sebelumnya. Saat kau dan teman kita yang satu lagi sakit. Aku antarkan kau dengan sepeda motor butut yang ku pinjam. Kau ingatkan sahabat. Kita berhenti di simpang 4 ketaping by passs. Karena penghuni langit memberikan berkah untuk kita. Dengan hujan yang membuat kita untuk mampir ke sebuah gerobak. Penjaja tahu sumedang. Menunggu hujan berhenti. Dan sepertinya hujan enggan untuk berhenti tungkasmu. Kau kembangkan kain sarung yang kita jadikan tas. Menjadi mantel tahan hujan. Itu yang membuatku sedih. Kita tarik tiga dengan memakan tahu sumedang serta mantel sarung yàng berkibar.

aku rindu dengan hujan di sore itu. Aku rindu dengan langit di sore itu. Menyirami rumpt-rumput yang telah mengering.

Walau duka telah datang  Aku ialah arif yang merindukan elwi.

Dengan harapan. Jikalau pagi menyingsing. Dan aku terbangun. Aku ingin itu hanya mimpi.  karena kau hidup di jiwa ini.

di atas kereta
persawangan  dengan rindu
Arif rahman hakim
Mahasiswa sastra daerah minangkabau
FIB - UNAND

30 Mei 2015

Comments

Post a Comment

Popular Posts