Sastra Lisan : Pengertian, Jenis-Jenis, dan Unsur-Unsur Sastra Lisan

Sastra Lisan




-          Pengertian Sastra Lisan

Sastra lisan adalah berbagai tuturan verbal yang memiliki ciri-ciri sebagai karya sastra pada umumnya, yang meliputi puisi, prosa, nyanyian, dan drama lisan. Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition) atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya (Vansina, 1985: 27-28).
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan yang jelas bahwa sastra lisan itu sekumpulan karya sastra atau teks-teks lisan yang memang disampaikan dengan cara lisan, atau sekumpulan karya sastra yang bersifat dilisankan yang memuat hal-hal yang berbentuk kebudayaan, sejarah, sosial masyarakat, ataupun sesuai ranah kesusasteraan yang dilahirkan dan disebarluaskan secara turun temurun, sesuai kadar estetikanya.

-          Jenis-jenis Sastra Lisan
Untuk sastra lisan Minangkabau, jenis sastra lisannya antara lain curito kaba, pantun, pepatah-petitih, dan mantra.
Curito kaba menjadi sastra lisan yang cukup terkenal dan tersohor di Minangkabau. Sebab, kaba merupakan cerita yang berbentuk narasi (kisahan), prosanya berirama serta tergolong pada cerita panjang. Kenapa kaba masuk ke dalam sastra lisan? Karena kaba menjadi karya sastra yang disampaikan secara lisan dengan didendangkan atau dilagukan, yang ada kalanya diiringi alat musik saluang atau rebab.
Dalam pertunjukkan kaba, kita sering mendengar istilah ‘bakaba’ dengan spesifik menyampaikan cerita kaba dengan cara lisan. Hal inilah yang membuat Sijobang di Lima Puluah Kota menjadi suatu yang penting di dunia pertunjukkan kaba.  Lain padang, lain ilalang, maka daerah  Pesisir Pariamannya juga ditampilkan Rabab Pasisia/Rabab Piaman yang di dalamnya ada prosan berirama dengan berbagai pantun sebagai isinya. Ini pun dipadukan dengan korek api, saluang, galuak dan untuk rabab  Pasisia sudah pasti rabab itu sendiri.
Selanjutnya Dendang Pauah yang mengisahkan cerita-cerita kaba, juga diiringi oleh saluang sebagai musik dalam bakaba. Selain itu juga ada Salawaek Dulang yang cukup terkenal di telinga penulis, sebab tradisi sastra lisan semacam ini biasanya dipertunjukkan di dalam musajik atau surau di Minangkabau. Salaweak dulan mengisahkan cerita Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan dulang sebagai musik pengiringnya.
Mantra menjadi hal yang sering digunakan oleh masyarakat Minangkabau yang berbentuk puisi. Hal ini terbukti oleh keberadaannya yang hampir ada di setiap daerah di Minangkabau. Kegunaan dan keberpakaian mantra di masyarakat cenderung di lisankan, sebab sering digunakan dalam beberapa kesempatan tradisi di Minangkabau. Hal inilah membuat mantara menjadi karya sastra yang berbentuk puisi paling tua di Ranah Minangkabau. Biasanya selain digunakan dalam waktu-waktu tertentu, mantra juga dipakai oleh masyarakat seperti dukun, pawang atau tokoh masyarakat yang difungsikan dalam kegiatan keseharian. Misalnya saja, saat pesta pernikahan, akan ada bacaan mantar yang dipakai oleh pawang untuk menangkal hujan, ada juga pawang yang maubekan anak daro dengan mantra dan sebagainya. Sebenarnya, Minangkabau sangat kaya dengan mantra-mantra karena kepercayaannya pada hal-hal yang bersifat magis.
Pantun, kebiasaan orang Minangkabau yang bertutur lisan juga menambah kemahiran di bidang sastra lisan. Kita tahu bahwa masyarakat Minangkabau yang pintar berbalas pantu melahirkan sastra-sastra yang lebih dilisankan. Hal ini terbukti dengan kecakapan para tetua adat dan orang tua di suatu nagari dalam acara-acara yang bersifat resmi. Biasanya akan mengundang mereka untuk saling berbalas pantun. Adapun pantun-pantun yang biasanya digunakan ialah pantun adat yang berisikan fatwa adat dan keagamaan juga.
Berpantun bukan hanya melisankan yang bersajak a-b-a-b saja dan bukan dominan empat baris yang terdiri dari 2 sampiran dan 2 isi semata saja. Melainkan juga sering dipertunjukkan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini mungkin saja terjadi karena masyarakat Minangkabau yang terbuka dan saling mencintai hal-hal yang bersifat kebersamaan. Mereka berkumpul di lapangan terbuka atau tempat yang biasanya diadakan seni pertunjukkan dan di sanalah pertunjukkan pantun itu digelar. Misalnya, Bailau yang biasa dilakukan oleh masyarakat Bayang, Pesisir Selatan. Saluang juga menjadi pertunjukkan yang dimasukkan pantun di dalamnya. Ada juga Barombai di daerah Sijunjuang, pertunjukkan ini pernah digelar tahun 2016 ini pada saat acar Matrilineal di Saribu Rumah Gadang di Sijunjuang. Biasanya dimainkan oleh wanita yang kuat dari 10-20 orangan. Bagurau, bajoden, batintin, ayuak dan segaal hal yang bersifat pantun yang dipertunjukkan. Hal inilah yang membuat Minangkabau menarik di bidang sastra lisan.
Pepatah-petitih, kenapa hal ini hanya cenderung terdengar di Minangkabau? Sebab pepatah-petitih lahir dari pemikiran-pemikiran masyarakat Minangkabua yang memberikan suatu pengajaran dan larangan pada orang lain dengan cara sindiran. Hal inilah yang membuat kekayaan budaya leluhur Minangkabau menjadi amat dikenal untuk urusan sasra lisan. Bagi orang yang memahami sindiran lewat pepatah-petitih ini juga memiliki jiwa yang bijaksana dan paham dengan sebuah sindiran. Tahu saja bahwa orang Minang akan cepat mengerti jika telah merasa disindir, tau dima nan tasindia, begitu pemahaman yang diketahui oleh penulis. Keterwujudan pepatah-petitih sebagai jenis sastra lisan juga didukung oleh penyampaian secara mulut seseorang untuk menyampaikannya. Tidak lewat media tulisan.

-          Unsur-Unsur Sastra Lisan

Sastra lisan menjadi suatu hal yang begitu dekat dengan masyarakat Nusantara. Terkadang hal-hal yang berwujud sastra lisan yang menceritakan tentang sebuah kisahan yang dilisankan, terkadang cerita tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi harus dihakpatenkan sebagai milik individu. Ini terbukti karena  sastra lisan memang dimunculkan dan dikembangkan secara turun temurun.
Secara intrinsik, unsur-unsur sastra lisan itu bertemakan tentang kehidupan, sebuah cerita yang memang dapat diambil pelajaran yang berharga. Selanjutnya, tokoh yang sering digunakan ialah sepasang suami istri yang memiliki anak, kisahan yang memakai tokoh perempuan/gadis Minang yang bertarung dengan tokoh pria yang jahat dan sebagainya. Tentu saja yang latar yang dipakai lebih ada kedaeraham terjadi di suatu nagari di Minangkabau, terjadi di Luhak Nan Tuo dan atau di Pesisir. Kebanyakan sastra lisan yang memang dikisahkan tentu memakai sudut pandang orang ketiga sebagai pelaku pertama, lebih sering dinamakan (Si Wati, Si Zainuddin, Si Halimah dan sebagainya). Tentu di sastra lisan akan melahirkan amanat yang berkesan di hati penontonnya sebab menyangkut pada kejadian di lingkungan dan kehidupan masyarakat itu sendiri.

Daftar Pustaka:
-          Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

-          Taum, Yoseph Yapi. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode dan Pendekatan Disertai Contoh Penerapan.

Arif Rahman Hakim
Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau Unand



Comments

Post a Comment

Popular Posts